Tantangan Pendidikan Era Society 5.0
Oleh : Luluk Khotimah, S.Pd
Seiring perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi mengalami perubahan fundamental, super cepat dan dinamis membawa dampak yang signifikan bagi segala aspek kehidupan manusia. Kehadiran robotic technology, artificial intelligence, machine learning, biotechnology, internet of things, big data dan driverless vehicle merupakan produk teknologi modern yang kemudian melahirkan revolusi industri 4.0 dengan menekankan aspek digitalisasi dan otomatisasi sehingga tercipta sistem teknologi modern yang lebih efektif dan efisien tanpa campur tangan manusia. Revolusi industri 4.0 atau dikenal juga sebagai era disrupsi teknologi digital merupakan masa terjadinya inovasi dan perubahan secara massif dan fundamental, yang mengubah sistem dan tatanan aspek kehidupan yang lama menjadi lebih baru karena adanya inovasi dan kreatifitas baru.
Era Revolusi Industri 4.0 mendorong terjadinya disrupsi pada berbagai bidang kehidupan manusia termasuk salah satunya dunia pendidikan, yang dapat memberikan peluang sekaligus tantangannya. Dipandang peluang karena perkembangan teknologi digital memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi siapapun untuk mengakses informasi dan pengetahuan menembus batas ruang dan waktu melalui internet of things. Sedangkan tantangannya, siapapun mudah mengakses situs-situs porno atau judi online, siswa lebih mendahulukan asyik berselancar didunia maya dengan membuka dan memainkan aplikasi game onlinenya dari pada mengakses materi pembelajarannya, pendidik lebih asyik update status media sosialnya dari pada mengupgrade kemampuan dan inovasi pembelajarannya. Perkembangan era digitalisasi ini membawa dampak positif sekaligus negatif sehingga penguasaan teknologi informasi saja tidaklah cukup, melainkan diperlukan sikap peduli teknologi untuk kemaslahatan kualitas hidup manusia yang beradab.
Menurut Chairul Tanjung (2018) saat mengisi Executive Lecture Series yang digelar Pusat Studi Kebijakan dan Kependudukan (PSKK) Universitas Gajah Mada, Beliau menyatakan bahwa saat ini kita mengalami dua disrupsi yang luar biasa yaitu bidang teknologi karena revolusi industri 4.0 dan gaya hidup karena adanya perubahan generasi yang menyebabkan perubahan gaya hidup. Revolusi industri 4.0 telah menjadikan perusahaan teknologi digital seperti google, facebook, youtube dan lain sebagainya merajai ekosistem dan ekonomi dunia. Saat ini data menjadi aset paling bernilai bagi perusahaan dari pada aset fisik seperti tanah, bangunan dan lain sebagainya. Indikatornya, mulai banyaknya perusahaan-perusahaan besar dunia telah melirik teknologi metaverse, sebuah dunia virtual yang diciptakan sebagai replika digital dari dunia nyata. Sebagai konsekuensi logis, perkembangan teknologi ini akan membawa dampak signifikan terhadap gaya hidup manusia masa depan.
Berbagai kajian terhadap perkembangan revolusi industri 4.0 yang dinilai berpotensi mendegradasikan peran manusia atau manusia berpotensi dikendalikan teknologi, maka ada sebuah gagasan yang memproyeksikan dinamika sosial masyarakat masa depan dirancang agar manusia dapat mengendalikan teknologi, bukan sebaliknya teknologi mengendalikan manusia. Konsep masyarakat masa depan yang digagas dan dipelopori oleh Negara Jepang dengan sebutan Society 5.0 merupakan suatu konsep masyarakat yang berpusat pada manusia berbasis teknologi. Artinya sebuah sikap yang menjelaskan bahwa sosial budaya masyarakat masa depan harus memanusiakan manusia dengan teknologi, jika kita terlalu mengedepankan teknologi tanpa memikirkan perspektif manusia, dampaknya bisa bahaya. Pemerintah Jepang sudah memperkenalkan model era super smart society 5.0 pada tahun 2019 sebagai antisipasi terhadap disrupsi yang ditimbulkan revolusi industri 4.0 yang dinilai menyebabkan komplektisitas ketidakpastian dan degradasi nilai-nilai karakter manusia. Negeri Matahari Terbit telah mengkaji dan menilai bahwa society 5.0 merupakan gagasan konsep masyarakat modern sebagai solusi dalam menghadapi tantangan dan problem yang dilahirkan dari revolusi industri 4.0.
Era revolusi industri 4.0 dan society 5.0 penuh dengan tantangan dan peluang yang tidak bisa dihindari, melainkan harus dihadapi dengan mengedepankan dunia pendidikan memegang peranan penting dalam menyiapkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia unggul. Menurut Syarif Burhanuddin (2018) selaku Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR beragumentasi bahwa perkembangan teknologi yang semakin pesat ini tidak bisa dihindari, justru harus direspon dengan kesiapan data, teknologi, dan sumber daya manusia yang memadai dikarenakan akan menjadi fitur utama dari revolusi industri yang memerlukan tiga hal yaitu movement perkembangan yang dinamis dari dunia industri harus siap dihadapi dibarengi dengan speed yang pragmatis dan dituntut serba cepat, serta people yang juga harus bisa saling berbagi komunikasi dan melakukan kolaborasi untuk menyelesaikan pekerjaan secara tepat guna dan tepat waktu. Menurut Dwi Nurani (2021) selaku Analis Pelaksanaan Kurikulum Pendidikan Direktorat Sekolah Dasar menegaskan bahwa untuk menghadapi era society 5.0 ini satuan pendidikan pun dibutuhkan adanya perubahan paradigma pendidikan. Diantaranya pendidik meminimalkan peran sebagai learning material provider, pendidik menjadi penginspirasi bagi tumbuhnya kreativitas peserta didik. Pendidik berperan sebagai fasilitator, tutor, penginspirasi dan pembelajar sejati yang memotivasi peserta didik untuk “Merdeka Belajar,”.
Adapun tantangan pendidikan abad 21, menurut United Nations Organization yaitu membangun masyarakat berpengetahuan (knowledge based society) yang memiliki (1) keterampilan melek teknologi informasi komunikasi dan media (ICT & media literacy skills), (2) keterampilan berpikir kritis (critical thinking skills), (3) keterampilan memecahkan masalah (problem solving skills), (4) keterampilan berkomunikasi efektif (effective communication skills); dan (5) keterampilan bekerjasama secara kolaboratif (collaborative skills). Kelima karakteristik masyarakat abad 21 tersebut di atas dapat dibangun melalui pengintegrasian teknologi digital dalam proses pembelajaran. Sebagai Pendidik harus memotivasi diri meningkatkan keterampilan melek teknologi digital agar dapat merancang, memperbaiki dan memanfaatkan instrumen teknologi kedalam proses pembelajaran yang kreatif dan inovatif sehingga mampu mendampingi dan membimbing siswanya menghadapi tantangan global abad 21. Menurut Zulkifar (2019) selaku Director of Hafecs (Highly Functioning Education Consulting Services) menilai di era society 5.0, guru dituntut untuk lebih inovatif dan dinamis dalam mengajar di kelas, harusnya guru itu mengukur dirinya sendiri, sudah benar atau belum cara dia mengajar kepada siswa, bukan justru mengukur siswanya. Oleh karena itu, sebagai Pendidik era society 5.0 harus dapat memanfaatkan teknologi dengan bijaksana, antara lain; Internet of things (IoT), Virtual/Augmented Reality (VR/AR), Artificial Intelligence (AI) dalam dunia pendidikan untuk mengetahui dan mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran yang dibutuhkan siswa agar belajar lebih menarik, menyenangkan, kontekstual dan penuh makna.
Untuk menghadapi revolusi industri 4.0 dan society 5.0 sangat diperlukan kecakapan hidup abad 21. Menurut Future of Jobs Report 2020, World Economic Forum menjelaskan ada 10 kecakapan utama pada tahun 2025, antara lain;
a. Problem Solving
(1) Analytical thinking & innovation
(2) Complex problem solving
(3) Critical thinking & analysis
(4) Creativity, originality & initiative
(5) Reasoning, problem solving & ideation
b. Self Manajement
(6) Active learning & learning strategies
(7) Resilience, stress tolerance & flexibility
c. Working with People
(8) Leadership & social infleunce
d. Technology Use & Development
(9) Technology use, monitoring & control
(10) Technology design & programming
Menurut Kompasiana (2019), setidaknya ada 4 kompetensi pendidik abad 21, yaitu (1) Keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah, (2) Keterampilan komunikasi dan kolaborasi, (3) Kemampuan berpikir kreatif dan inovatif, (4) literasi teknologi dan informasi. Tenaga pendidik era society 5.0 ini harus menjadi guru penggerak yang mengutamakan pembelajaran berpusat pada siswa, inisiatif untuk melakukan perubahan yang lebih baik, menjadi teladan yang baik bagi siswa, dan terus berinovasi menghadirkan pembelajaran yang kontekstual, menarik dan menyenangkan sehingga mampu menghantarkan siswanya dalam menghadapi tantangan abad 21. Sedangkan empat prinsip pokok pembelajaran abad 21 yang digagas Jennifer Nichols, antara lain;
a. Instruction should be student centered
Seyogyanya pengembangan pembelajaran menggunakan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa sebagai subyek pembelajaran yang secara aktif mengembangkan minat dan potensi yang dimiliki sesuai kodratnya. Siswa tidak lagi dituntut untuk mendengarkan dan menghafal materi pelajaran yang diberikan pendidik, tetapi berupaya mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya, sesuai dengan kapasitas dan tingkat perkembangan berfikirnya, sambil diajak berkontribusi untuk memecahkan masalah-masalah nyata yang terjadi pada kondisi sosial masyarakat. Sementara pendidik berperan sebagai fasilitator yang berupaya membantu mengaitkan pengetahuan awal (prior knowledge) yang telah dimiliki siswa dengan informasi baru yang akan dipelajarinya. Memberi kesempatan siswa untuk belajar sesuai dengan cara dan gaya belajarnya masing-masing dan mendorongnya untuk bertanggung jawab atas proses belajar yang dilakukannya. Selain itu, pendidik juga berperan sebagai pembimbing, yang berupaya membantu siswa ketika menemukan kesulitan dalam proses mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya.
b. Education should be collaborative
Siswa harus belajar untuk bisa berkolaborasi dengan orang lain. Berkolaborasi dengan orang-orang yang berbeda latar ras, suku, budaya dan agama. Dalam menggali informasi dan membangun makna, siswa perlu didorong untuk bisa berkolaborasi dengan teman-teman di kelasnya. Dalam mengerjakan suatu proyek, siswa perlu belajar bagaimana menghargai kekuatan dan talenta setiap orang serta bagaimana mengambil peran dan beradaptasi secara tepat dengan mereka. Begitu juga, sekolah (termasuk di dalamnya pendidik) seyogyanya dapat bekerja sama dengan lembaga pendidikan (pendidik) lainnya di berbagai belahan dunia untuk saling berbagi informasi, sharing pengalaman praktik dan metode pembelajaran yang telah dikembangkannya. Kemudian, mereka bersedia melakukan perubahan dan inovasi metode pembelajarannya agar menjadi lebih baik.
c. Learning should have context
Pembelajaran tidak akan banyak berarti jika tidak memberi pengaruh terhadap kehidupan siswa di luar sekolah. Oleh karena itu, materi pelajaran perlu dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa dan lingkungan sekitarnya. Pendidik mengembangkan metode pembelajaran yang memungkinkan siswa terhubung dengan dunia nyata (real world). Pendidik membantu siswa agar dapat menemukan nilai, makna dan keyakinan atas apa yang sedang dipelajarinya serta dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-harinya.
d. Schools should be integrated with society
Dalam upaya mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang bertanggung jawab dan beradab, sekolah seyogyanya dapat memfasilitasi siswa untuk terlibat dalam lingkungan sosialnya. Misalnya, mengadakan kegiatan pengabdian masyarakat, di mana siswa dapat belajar mengambil peran dan melakukan aktivitas tertentu dalam lingkungan sosial. Siswa dapat dilibatkan dalam berbagai pengembangan program yang ada di masyarakat, seperti: program kesehatan, pendidikan, lingkungan hidup, dan sebagainya. Selain itu, siswa perlu diajak pula mengunjungi panti-panti asuhan untuk melatih kepekaan empati dan kepedulian sosialnya. Dengan kekuatan teknologi dan internet of things, siswa dapat berbuat lebih banyak lagi, ruang gerak sosial siswa tidak lagi hanya di sekitar sekolah atau tempat tinggalnya, tapi dapat menjangkau lapisan masyarakat yang ada di berbagai belahan dunia. Pendidikan perlu membantu siswa menjadi warga digital yang bertanggung jawab dan beradab.
Pendidikan Nasional diharapkan mampu mewujudkan pendidikan berkarakter dan cerdas melalui peningkatan dan pemerataan kualitas pendidikan, perluasan akses serta relevansi dalam mewujudkan kelas dunia. Untuk mewujudkan hal tersebut interaksi pembelajaran dilakukan melalui blended learning (melalui kolaborasi), project based learning (melalui proyek kegiatan yang sinergi dan berkelanjutan), flipped classroom (melalui interaksi publik dan interaksi digital). Dan sebagai sebuah refleksi yang mungkin terlintas dalam alam pikiran kita dengan adanya disrupsi dan perubahan fundamental yang ditimbulkan revolusi industri 5.0 dan society 5.0, ada yang mempertanyakan “Mungkinkah peran pendidik akan tergantikan oleh teknologi ?”. Namun ada hal fundamental dimana peran pendidik tidak dapat digantikan teknologi, yaitu interaksi dan ikatan psikologis emosional pendidik dan siswa, peran pendidik dalam internalisasi karakter dan penjaga moralitas anak bangsa.
CC : https://www.luluk-khotimah.my.id/opini/tantangan-pendidikan-era-society-5-0